Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan. Dok: Hum

JAKARTA – Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar Luhut Binsar Pandjaitan buka suara soal isu yang menyebutnya bakal menjadi Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Airlangga Hartarto.

Ditemui wartawan usai acara penandatanganan implementing arrangement (IA) UK PACT Carbon Pricing di Jakarta, Senin (24/7/2023), Luhut mengaku tidak terlalu mengurusi isu tersebut.

“Kita lihat sajalah, saya itu enggak terlalu ngurusin itu kok,” kata Luhut dikutip dari Antara.

Luhut enggan berkomentar banyak mengenai isu tersebut, termasuk mengenai peluangnya menjadi Ketua Umum Partai Golkar.

“Kita lihat nantilah,” ucapnya.

Sebelumnya, anggota Dewan Pakar Partai Golkar Ridwan Hisjam menilai Luhut Pandjaitan dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet) pantas menggantikan Airlangga Hartarto.

Penilaian itu disampaikan lantaran tiga ormas pendiri Partai Golkar, yakni Kosgoro 1957, Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), dan Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) meminta Airlangga Hartarto untuk mundur dari posisi ketua umum DPP Golkar.

“Pak Airlangga tidak apa-apa di kementerian. Memimpin sebagai menteri koordinator bidang perekonomian, tetapi Partai Golkar diserahkan kepada yang lebih mampu untuk menjaga dan mempertahankan paling tidak meningkatkan suara dari 14 persen naik,” kata Wakil Ketua Umum Depinas SOKSI Lawrence TP Siburian dalam konferensi pers.

Di sisi lain, politikus senior Partai Golkar Yorrys Raweyai menyatakan tidak diperhitungkannya nama Airlangga Hartarto dalam perebutan bakal capres dan cawapres 2024, bisa menjadi bom waktu untuk Partai Golkar.

“Karena itu, boleh jadi, dalam beberapa waktu ke depan, kegagalan Airlangga dalam mewujudkan rekomendasi Dewan Pakar Partai Golkar tersebut akan menjadi bom waktu yang meledak setiap saat,” ujarnya.

Atas dasar itu, publik menanti gerakan penyelamatan baru seperti fenomena yang terjadi sebelumnya.

Dikatakan, upaya Airlangga mengampanyekan dirinya sebagai capres atau cawapres, tidak berdampak efektif bagi elektabilitas Golkar sejauh ini.

Sebaliknya, kata dia, konsolidasi internal di tengah kesiapan partai mengikuti kontestasi justru semakin terhambat.

Jurnalis: Agung Nugroho