Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketum Golkar Airlangga Hartarto. Dok: ist

JAKARTA – Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang dibesut Gerindra dan PKB sepakat akan mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) di Pemilu 2024. Dukungan kepada Prabowo ternyata juga disinyalkan oleh Golkar dan menawarkan Ketum Airlangga Hartarto sebagai cawapresnya di poros koalisi besar yang tengah dibangun.

Hal ini disampaikan Kepala Bappilu Presiden perwakilan Golkar, Nusron Wahid, usai pertemuan ‘Tim Kecil’ koalisi besar yang digodok partainya bersama PKB di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (10/5/2023).

“Salah satu proposal adalah Prabowo presiden, dan wakil presidennya dari KIB yaitu Airlangga Hartarto,” kata Nusron dalam konferensi pers usai pertemuan itu.

Menaggapi hal itu, Direktur Political Public and Policy Studies (P3S) Jerry Massie menilai sebagai partai lama, Golkar terpengaruh budaya selama 32 tahun dari era Orba. Dimana dalam pemilihan presiden, isu-isu akan dimainkan untuk meningkatkan elektabilitas.

“Prabowo perlu mencari narasi politik yang tepat untuk memenangkan kembali pemilih yang dulunya mendukungnya,” kata Jerry dalam webinar berjudul ‘Pilpres 2024 Prabowo-Airlangga Pasangan Ideal’, Jumat (12/5/2023).

Jerry menyebut Partai Golkar dan Gerindra bak ayah dan anak apabila bersatu memasangkan Prabowo dan Airlangga sebagai capres dan cawapres akan menarik perpaduan keduanya.

“Ditambah PKB maka akan lebih kuat,” ucap dia.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menyebut Prabowo dan Airlangga merupakan duet yang ideal karena keduanya memiliki kemampuan dan pengalaman yang mumpuni di bidang politik dan ekonomi.

“Masih ketidakpastian mengenai apakah Golkar akan menjadi nomor dua dalam hal pencalonan wakil presiden, ataukah Prabowo akan menjadi bakal presiden,” kata Dedi

Sementara pengamat politik dari Universitas Indonesia Reza Hariyadi menjelaskan secara realistis, Golkar sebagai calon wakil presiden bisa memberikan keuntungan bagi Prabowo.

“Selama Golkar menurunkan targetnya sebagai wakil presiden. Di sisi lain, diharapkan hal ini dapat memberikan efek positif bagi Golkar dalam meningkatkan elektabilitasnya,” ucap Reza

Reza menyebut pengelolaan negara akan sangat tergantung pada capres dan cawapres terpilih. Jika tidak  menghilangkan politik identitas dan pencitraan.

“Pilpres yang tertuju pada popularitas dan elektabilitas sulit untuk mewujudkan pemimpin yang berkualitas,” ujar dia.

Sementara Direktur Eksekutif Institute for Democracy& Strategic Affairs (Indostrategic) A. Khoirul Umam mengatakan bahwa pasangan Prabowo-Airlangga memiliki potensi untuk maju dan ideal bagi pendukungnya.

Namun, dalam penentuan calon presiden dan calon wakil presiden, harus diperhitungkan penguatan elektoral yang memadai agar dapat memberikan dukungan kemenangan.

“Konteks ideologi juga memiliki pengaruh yang signifikan dalam penentuan dukungan pendukung fanatik,” ucap dia.

Menurutnya, Prabowo lebih ideal menjadi calon presiden, koalisi dengan PKB namun belum ada calon wakil presiden yang dipilih. Prabowo sadar memiliki basis kekuatan Islam kelompok tengah yang tersebar di sejumlah daerah seperti Jakarta, Banten, dan Sumatera Barat.

“Namun, jika Prabowo masuk ke dalam pemerintahan, dukungan dari basis tersebut mungkin akan hilang,” pungkas dia. (*)