Anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP Riyanta. Dok: ist

JAKARTA – Anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP Riyanta menegaskan bahwa usulan pengurangan masa jabatan kepala daerah yang tertuang dalam Pasal 201 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) bersifat transisional atau sementara dan sekali terjadi (einmalig).

“Jika usulan Cak Imin (Muhaimin Iskandar) bahwa masa jabatan Gubernur ingin di hapus silahkan lakukan dengan amandemen. Sepanjang MPR itu setuju tapi itu tidak mungkin lah,” kata Riyanta kepada Indonesiaparlemen.com di Jakarta, Selasa (31/1/2023).

Dia berujar, usulan tersebut tidak sejalan meski menurutnya usulan itu sah-sah saja. Riyanta mengungkapkan jika saat ini tugas pemerintah pusat untuk mengerjakan kepentingan daerah sudah cukup berat.

Dia menyinggung penyelenggaraan perizinan Online Single Submission (OSS) yang saat ini dinilai belum maksimal. Untuk itu, diharapkan peranan Gubernur untuk mengatasi persoalan-persoalan di daerah.

“Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah mesti harus kewenangannya dipertegas dan diperjelas agar tujuan berbangsa dan bernegara itu segera terealisasikan. Sehingga pengurangan masa jabatan Gubernur itu tidak efektif,” pungkas dia.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar yang biasa disapa Cak Imin memberi usulan agar jabatan gubernur dihapuskan. Menurutnya, jabatan gubernur tidak fungsional.

Hal itu disampaikan Cak Imin saat memberikan sambutan di acara Sarasehan Nasional Satu Abad Nadhlatul Ulama bertajuk ‘Satu Abad Kebangkitan Ulama Menuju Masa Depan Kebangkitan Bangsa’ di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (30/1/2023).

“Tahap awal ditiadakan, target PKB ya tahap awal ditiadakan karena fungsi gubernur hanya sebagai sarana penyambung pusat dan daerah, itu tahap pertama. Jadi Pilkada nggak ada di gubernur hanya ada di Kabupaten/Kota,” kata Cak Imin

Dia mengatakan tahap kedua, ya ditiadakan institusi jabatan gubernur. Iya, tidak ada lagi gubernur.

Jurnalis: Agung Nugroho