diskusi daring terkait calon presiden oligarki pada pilpres 2024 pada Kamis (3/11/2022)

JAKARTA – Norma tertentu di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru menuai kritik dari masyarakat. Salah satunya terkait dengan kebebasan berpendapat.

Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie turut menyoroti norma yang masuk dalam KUHP baru yang disahkan DPR RI dalam rapat paripurna di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (6/12).

Jerry mengutarakan keheranannya pada keberadaan pasal penghinaan presiden dalam KUHP baru ini. Karena menurutnya, hal tersebut tak sesuai dengan zaman saat ini.

“Bagaimana kalau 10 ribu orang mengkritik di medsos (media sosial)? Apakah mereka akan masuk penjara semua,” ujar Jerry kepada Indonesiaparlemen.com, Jumat (9/12/2022).

Berkaca pada sistem ketatanegaraan di Amerika Serikat yang juga menganut sistem pemerintahan yang sama, Jerry menilai penyusunan regulasi pemerintah Indonesia dalam KUHP baru ini tidak memiliki semangat demokrasi.

Pada amandemen pertama Kongres, tidak boleh membuat undang-undang yang membatasi kebabasan berbicara, atau pers, atau hak rakyat untuk berkumpul secara damai, dan untuk mengajukan petisi kepada pemerintah,” urainya.

untuk itu, doktor ilmu komunikasi politik lulusan America Global University ini menilai norma soal penghinaan presiden dan pejabat negara telah melunturkan semangat demokrasi.

“Pemerintah sudah mengkebiri kebebasan berpendapat atau freedom of speech,” pungkas dia.