JAKARTA – Pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing menilai Ketua DPR RI Puan Maharani adalah sosok yang tepat untuk diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
Kiprah puan di kancah politik sudah cukup mumpuni menurut Emrus. Keberhasilan Puan, kata Emrus bisa dilihat sejak dia menjadi ketua Fraksi PDIP di DPR RI saat menjadi partai Oposisi di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Setelah periode SBY, PDIP mendulang kesuksesan. Begitu juga saat dia menjabat sebagai Menteri Koordinator PMK di tahun 2014 hingga 2019,” kata Emrus saat menjadi pembicara dalam Webinar Politic and Public Policy Studies (P3S), Rabu (28/9/2022).
Emrus mengatakan Puan mewarisi darah Soekarno dan Megawati Soekarno Putri sebagai tokoh politik inklusif,” ucap Emrus.
“Puan sosok berkualitas sebagai pemimpin, bukan pemimpin menurut elektabilitas.” ujar dia.
Peneliti politik Jerry Massie berpendapat perempuan punya nilai lebih dalam memimpin, begitu juga dengan Puan. Untuk dia, kata dia, saat ini adalah waktu yang tepat untuk menjadikan Puan seorang pemimpin yang dicalonkan PDIP.
“Megawati sudah mempersiapkan Puan untuk maju sebagai capres. Apalagi sekarang dia (Puan) sudah ada pengalaman,” jelas Jerry.
Jerry menyinggung wacana tiga periode yang belakangan digaungkan, bukan jadi hambatan untuk Puan maju sebagai Capres 2024.
“Jika ada yang membicarakan 3 periode anggap saja itu hanya khayalan,” ucap Jerry.
Jerry menyebut politik adalah ratu dari semua jenis ilmu sosial. Dia mengibaratkan PDIP adalah ratu yang masuk kategori pepatah tersebut.
“Jadi PDIP ratunya, dan cocok jika mencalonkan Puan,” tutur dia.
Dalam kesempatan yang sama, peneliti dari lembaga survei kedai kopi Henry Satrio menyebut Puan bukan saja anak biologi dari Megawati, tapi juga anak ideologi dari PDIP.
“Kalau banyak kader PDIP dampingi ibu Mega, Puan sudah berjuang bersama bu Mega sejak dalam kandungan,” kata pria yang akrab disapa Hensat ini.
Dari hasil penelitian, kenaikan angka suara PDIP saat masih menjadi oposisi yakni 45%, sedangkan saat Joko Widodo jadi presiden kenaikan angka suaranya hanya 15%.
“Ini menjadi tanda jika PDIP lebih cocok sebagai Oposisi daripada partai pemenang,” pungkas dia.
Editor: Angie
Tinggalkan Balasan