JAKARTA – Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie menilai wacana amandemen Undang-Undang Dasar 1945 mengkhianati amanat Reformasi apabila diwujudkan MPR. Jerry beralasan, Pasal 7 UUD 1945 mengatakan, presiden dan wakil presiden memegang masa jabatan selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
“Saya dari awal benar-benar menolak tiga periode. Sudah berdarah-darah kita untuk capai Reformasi. Ketika sudah Reformasi dan kita mau kembali lagi, itu mengoyak-ngoyak,” kata Jerry dalam webinar P3S bertajuk “Petik Pelajaran, Ngotot Tiga Periode Presiden Guinea Digulingkan”, Rabu (15/9/2021).
Dia beranggapan, sebuah kesalahan fatal apabila MPR pada akhirnya meloloskan wacana itu, meski publik termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menegaskan menolak amandemen untuk tujuan memperpanjang masa jabatan.
Agar masyarakat percaya pada sikap politik Jokowi, dirinya mengusulkan agar mantan Wali Kota Solo itu mendandatangani petisi publik terkait penolakan amandemen. Selain itu, Jokowi juga harus membubarkan relawan Jokowi-Prabowo Subianto atau JokPro 2024, kelompok yang pertama kali mengusulkan Jokowi menjadi presiden tiga periode.
“Memang dia (Jokowi) sudah menolak. Tapi kalau hanya kata-kata, saya tidak terlalu percaya,” jelasnya
Sementara itu, pengamat politik Henri Satrio mengatakan ada lima kelompok yang bisa menggagalkan amandemen konstitusi. Mereka ialah Presiden Jokowi, MPR, media massa, civil society dan ibu rumah tangga. Kata Henri, apabila Jokowi dan MPR pada akhirnya tetap ngotot, maka tumpuan masyarakat ada pada tiga kelompok sisanya.
“Kalau Presiden dan MPR dicoret (setuju) berarti tinggal media massa, civil society termasuk mahasiswa dan ibu rumah tangga, emak-emak,” ujarnya dalam diskusi yang sama.
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra mengatakan partainya tetap konsisten menolak amandemen konstitusi. Menurutnya, konstitusi sudah tegas menyatakan bahwa jabatan presiden hanya untuk dua periode saja.
“Partai Demokrat konsisten menjaga amanah dari Reformasi 98. Kami tidak akan goyang kiri-kanan, apapaun yang terjadi. Kami akan fokus untuk berkoalisi dengan rakyat. Dan aspirasi rakyat saat ini adalah jabatan presiden sesuai konsitusi adalah dua periode. Karena ini amanat Reformasi 98,” ujar Herzaky dalam kesempatan yang sama.
Herzaky menegaskan partainya akan melakukan cara apapun untuk menolak amandemen. Bagi dia, amandemen konstitusi untuk memperpanjang jabatan presiden tak lebih dari upaya segelintir orang yang ingin mendapat keuntungan dari perpanjangan masa jabatan.
“Jadi apapun kami lakukan. Apakah kita berbicara di Parlemen, bicara di publik, dan bahkan turun ke jalan bila diperlukan. Semua, banyak sekali. Tapi tentunya kami terus yakin bahwa sebagaian besar masyarakat menolak dengan wacana preside tiga periode. Kalau kami lihat ini hanya upaya dari pentolan-pentolan politik saja, mkn ada intensif, entah intensif material, atau kemudian jabatan dengan mencoba menggolkan ini,” katanya.
Dia juga meyakini jika Jokowi tidak akan mengkhianati Reformasi dengan menyetujui amandemen dilakukan. “Dan kami juga akan terus mengingatkan beliau bahwa agenda itu tidak sesuai dengan amanat Reformasi,” tandas Herzaky.
Sebelumnya, Juru Bicara Kepresidenan, Fadjroel Rachman sebelumnya menegaskan bahwa Jokowi tidak berniat dan berminat menjabat hingga tiga periode. Penegasan tersebut menyusul isu presiden tiga periode yang terus bergulir. Menurut Fadjroel, jabatan presiden sudah tercatat dalam konstitusi yakni maksimal dua periode.
“Saya tidak ada niat, tidak ada juga berminat menjadi presiden tiga periode. Konstitusi mengamanahkan dua periode. Itu yang harus kita jaga bersama,” ujar Fadjroel dalam sebuah video siaran pers, Sabtu (11/9/2021).
Fadjroel mengatakan, Jokowi merupakan sosok yang taat UUD 1945 dan amanah Reformasi 1998. “Pasal 7 UUD 1945 amendemen pertama merupakan masterpiece dari gerakan demokrasi dan reformasi 1998 yang harus kita jaga bersama,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan